Friday, February 24, 2006

“Masalah Perkawinan dan Kontrasepsi”

Perkenanlah saya sedikit membagikan pengetahuan saya kepada mas dan mbak atau anggota netter lain yang ingin tahu. Berhubungan dengan keluarga berencana ini ada beberapa hal yang harus kita pikirkan sebelum seseorang atau menentukan sikapnya. Yang harus mendahului pikiran kita adalah masalah prinsip, methode dan aspek moral.
Pertama-tama kita harus menyadari bahwa masalah keluarga berencana menjadi eksistensial bila keluarga sudah mengalami tahap prokreasi ini selesai. Prinsip yang harus dipegang, supaya kehidupan keluarga menjadi bahagia adalah bahwa penentuan jumlah anak, merupakan hasil dari keputusan bersama antara suami dan istri. Jangan paksakan kehendak dengan mengikuti apa yang menjadi tuntutan umum, sementara suara hatinya tidak setuju dengan hal itu. Mau punya anak dua, tiga empat lima dsb, sejauh bisa membiaya, bertanggung jawab dan membuat anak mempunyai masa depan yang baik, itu adalah hak dari suami istri. Pihak lain boleh dan bisa ikut campur sejauh itu ada kaitannya dengan masalahnya, misalkan dalam hal ini pemerintah memberi batasan bahwa hanya dibolehkan dua anak, karena masalah pembatasan jumlah penduduk.
Selain itu, sebelum seseorang menentukan keputusan dalam hal ini, perlu dipikiran dengan serius mengenai metoda yang digunakan, perlu dihindari sikap-sikap yang ekstrem dan harus dilihat bahwa metoda adalah sarana untuk tujuan yang lebih tinggi. Jangan mengorbankan tujuan demi sarana, dan ini sangat penting pula karena sarana menentukan keberhasilan KB. Oleh karena itu, sebelum keluarga menentukan alat dan metode apa yang akan digunakan dalam membatasi jumlah anak, perlu mengetahui dulu intervensi alat-alat itu dalam proses prokreasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ada dua metode yang kita kenal digunakan untuk membatasi jumlah kelahiran ini. Pertama adalah KB Alamiah yang mempunyai banyak sekali metode, dan salah satunya yang sekarang ini sedang gencar diajarkan oleh si tukang nglamun yang programer itu. Dan yang lainnya yang kiranya lebih banyak menimbulkan masalah adal KB buatan.
Campur tangan manusia dalam proses reprodoksi ini dibedakan dalam dua kategori, yaitu pada saat sebelum pembuahan dan sesudah pembuahan. Yang termasuk dalam saat sebelum pembuahan adalah Keluarga Berencana Alamiah dan kotrasepsi. Dalam kontrasepsi dibedakan cara senggama, (1) mekanis, dengan kondom, pesar, busa dll. (2). Hormonal yaitu pil, susuk, suntikan. (3) Operatif, yaitu vasektomi dan tubektomi. Sesudah pembuahan dibagi dalam dua kategori, yaitu sebelum nidasi, suatu tindakan antinidatif dengan menggunakan morning after pil atau IUD, dan sesudah nidasi tidakan abortif langsung.
Penilaian terhadap campur tangan manusia dalam proses prokkreasi, bila dilakukan pada tahan sesudah pembuahan, tidak bisa lagi disebut pencegahan melainkan sudah dikatogorikan 'menghentikan hidup baru. Dasar penilian, terutama dalam gereja Katolik, berpegang pada posisi bahwa saat yang paling menentukan dalam awal hidup manusia adalah "PEMBUAHAN", maka hidup harus dilindungi sejak saat pembuahan. Dan inilah titik awal kehidupan menurut moral katolik. Tindakan sebelum pembuahan bisa disebut "pencegahan", namun dari sudut moral harus dibedakan antara kontrasepsi dan KB alamiah.
Sehubungan dengan kontrasepsi, para pemimpin gereja Katolik tidak membenarkan cara ini. Alasan yang mendasari adalah dianggap melawan hukum kodrat, artinya bertentangan dengan arti dan tujuan kemampuan seksual karena 'menggagalkannya'. Yang kedua adalah makna prokreatif dan unitif tak boleh dipisahkan. Tubektomi dan vasektomi atau atau semua tindakan sterilisasi yang bersifat permanen, mantap untuk selamanya dilarang keras oleh gereja.
Masalah kita di Indonesia terjadi karena tuntutan pemerintah terhadap suksesnya program pemerintah untuk mengurangi dan membatasi mekarnya jumlah penduduk. Dan dalam hal KB buatan, pemerintah tidak mempunyai pertimbangan moral sebagaimana gereja katolik berikan. Mereka hanya ingin supaya program ini bisa sukses. Di sinilah orang katolik mengalami banyak kesulitan, mau setia pada ajaran gereja, akibatnya disisihkan oleh pemerintah karena dianggap tidak mengikuti program pemerintah yang wajib itu. Sedangkan untuk taat pada pemerintah, seringkali suara hati mengatakan tidak bisa, dalam hal ini Humanae Vitae memberi banyak sumbangan pemikiran yang dalam situasi kita memang sulit diterapkan. Oleh karena itu untuk membantu kita dalam proses pengambilan suara hati nurani yang membantu suami istri mengambil keputusan, seorang ahli moral dari Malang memberikan beberapa pemikiran: (mungkin bisa juga memberikan jawaban dari pertanyaan Berdosakah??)
1. Kalau manusia menghadapi aneka nilai yang tidak dapat diwujudkannya serentak, maka ia harus mengindahkan skala nilai-nilai, artinya mengutakan nilai yang lebih tinggi diatas nilai yang lebih rendah lainnya.
2. Kalau kita menghadapi semua keburukan yang tak semuanya dapat dihindari, maka sebisa-bisanya kita menghindari keburukan yang lebih besar dan 'membiarkan' yang seringkali berarti 'memilih' keburukan yang lebih kecil atau "minus malum". Misalnya dalam kaitannya dengan kb, pengguguran hidup jelaslah lebih buruk bila dibandingkan dengan kontrasepsi.
3. Suami istri perlu mempertimbangkan, berapa anak yang dapat dipertanggung-jawabkan dengan memperhatikan aneka situasi dan kondisi keluarga, kepentingan gereja dan masyarakat. (NB: Gereja perlu tenaga full time lo...dan panggilan untuk itu hanya bisa datang dari keluarga kita)
4. Bila suami-istri merasa dan akhirnya berkesimpulan dengan bulat, bahwa kehamilan berikutnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan, maka timbul soal metode apa yang paling memadai dari sudut medis.
5. Perlu juga dipertimbangkan, apakah metode itu dapat dipertanggung-jawabkan juga dari sudut moral dengan mengindahkan norma obyektif yang diajarkan Magisterium sambil dituntun hatinurani yang terbina.
Bagaimana kita umat katolik (Indonesia) harus bersikap dalam menghadapi kesulitan khusus ini. Secara tegas harus dipegang, bahwa Magisterium mengajarkan bahwa yang dibenarkan oleh gereja hanyalah KB alamiah. Posisi ini memang tidak berdasarkan pada ajaran Kitab Suci, melainkan hukum kodrati, yang pada dasarnya terbuka bagi penalasan akal budi, jadi bukan pokok iman. Dan terus terang pergumulan masalah ini tidak selesai sejak Humanae Vitae hingga sekarang ini.
Para Uskup Indonesia pada tahun 1968 mengedarkan surat edaran yang diikuti oleh Penjelasn Pastoral MAWI (sekarang KWI) yang menyatakan kalau metode KB alamiah tidak mungkin, dalam keadaan terjepit suami istri tak usah merasa bersalah bila memakai metode lain. Asalkan tetapi menghormati martabat wanita dan bukan sterilisasi tetap. Jadi bagi kita, terutama keluarga katolik muda, yang masih berpikir berapa jumlah anak yang diinginkan, kapan saat mereka memikirkan dan memutuskan untuk tidak menambah jumlah anak. Pertimbangan pertama yang harus dibuat adalah cari informasi secepat mungkin lembaga yang menawarkan kurus kba, coba dan jalani metodenya, bila akhirnya tetapi tidak berhasil, pilihlah salah satu metode kontrasepsi yang paling tepat menurut kondisi anda sebagai suami istri setelah melewati pemeriksaan medis yang benar. Jangan pernah berpikir dan mencoba untuk menggunakan strerilisasi tetap, baik itu tubektomi maupun vasektomi. Bagi mereka yang sudah terlanjur menggunakan cara ini, karena ketidaktahuannya, banyaklah berdoa, menerima sakramen dan berbuat amal kasih. Dan jangan pernah menyiksa diri anda dengan perasaan bersalah atau berdosa.

No comments: